Sunday, May 4, 2014

Review: The Knight's Night

Judul: The Knight's Night
Penulis: Maureen Theodora
Terbit: Februari 2014
Harga: Rp 50.000
Tebal: 248 Halaman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Sinopsis
AKULAH sosok itu. Anak laki-laki yang telah bertransformasi menjadi pria muda bernama Sabian Krishadinata. Akhir-akhir ini aku lumayan sering melakukan kegiatan ini. Duduk, berpikir, dan merenung. Namun, aku sendiri juga tak tahu apa yang aku pikirkan. Mungkin salah satunya tentang hidupku. Kadang rasanya begitu menyenangkan, tapi terkadang aku justru merasa begitu hampa. Kedua hal itu datang silih berganti bagaikan gelombang panjang yang kadang mencapai titik amplitudonya, namun terkadang jatuh hingga ke lembah terdalam. Sering tebersit di benakku, apa sebenarnya tujuan hidup manusia, apa yang mereka cari, dan apakah hidup itu hanya rutinitas yang harus terus dilakukan sampai maut menyudahinya?

Wow! Habis baca novel ini, rasanya ingin langsung lompat naik pesawat ke Bali dan memeluk Bian. Kisah yang manis tentang perjuangan mengejar kebahagiaan, dituturkan dengan apik oleh Maureen sehingga bikin pembacanya pun ikut gemas dan terhanyut dalam pencarian itu. Apalagi ditambah bumbu-bumbu intrik yang membuat alur novel ini semakin meliuk tajam. Buckle up and be ready to join the journey!
— Debbie Widjaja; novelist & entrepreneur

Review
Admin paling nggak jelas kembali ke peradaban setelah menyibukkan diri dengan setumpuk ujian teori maupun praktikum. Terus siapa yang nanya? Nggak ada, oke.

Alasan di balik kenapa saya membeli buku ini sangat sederhana, karena penulisnya pernah men-tweet kutipan di dalam TeenLit ini yang membuat saya cukup jatuh hati. Jadilah pada saat KG Fair bulan April lalu saya membelinya, mumpung diskon juga hihihi.... Dan sekarang waktunya melancarkan aksi sebagai komentator, meskipun saya nggak bisa menulis novel yang penting komen, iya nggak? Sebelum membaca bukunya dan tanpa mendapat bocoran , saya menebak-nebak isi ceritanya dalam hati. Dari covernya saya menangkap satu hal, impian. Entah kenapa bisa berpikir ke arah sana.

Jujur saja dari awal membaca saya kurang menikmati, mungkin dikarenakan jalan cerita yang pada awalnya sangat mirip dengan FTV yang sering kali di tonton oleh ibu saya di rumah. Spoiler dikit boleh, kan? You-know lah, cowok dingin, ganteng, artis, dengan kehidupannya. Bahkan kisah masa lalunya juga tidak menarik rasa ingin tahu saya. Bahkan maaf saja, setelah melalui beberapa puluh halaman, daya tarik dari ceritanya pun belum saya dapatkan, datar.

Cerita yang di ambil dari sudut pandang Bian ini, sepertinya kurang menggugah. Kalau menurut saya, gaya bahasa dari si penulis ini kurang greget sehingga nggak terlalu dapet feel-nya. Padahal pemilihan katanya sangat ringan, mudah dicerna, dan tidak berbelit-belit.

Ada kekurangan pasti ada kelebihan. Meskipun dari segi cerita kurang menarik, sampai-sampai harus melewati beberapa kalimat yang lagi-lagi menurut saya terlalu bertele-tele dan membosankan. Si penulis mampu membuat saya berdecak kagum ketika ia menggambarkan beberapa setting tempat dan beberapa sejarah di balik itu. Pasalnya, masih jarang penulis TeenLit yang membahas dan memasukkan unsur-unsur tersebut ke dalam karyanya. Seperti alasan yang saya tuliskan di awal tadi, kalimat-kalimat yang meluncur di buku ini setidaknya mampu membuat kita berkaca. Beberapa kalimat lain juga seperti memotivasi orang yang membacanya. Rangkaian katanya indah, dan sering kali merefleksikan kehidupan nyata.

Tidak buruk untuk sebuah tulisan yang pertama kali di terbitkan, hanya saja saran saya untuk penulis agar membuat tulisannya lebih "greget" sehingga memancing yang membacanya menjadi tidak sabar untuk menikmati alur cerita tanpa terburu-buru dan hanya ingin tahu bagian akhirnya saja.

2,6 dari ★★★★★

No comments:

Post a Comment